ASKEP HERPES SIMPLEKS
Herpes adalah
infeksi virus pada kulit yang paling umum. Kondisi yang muncul karena infeksi
ini sangat bervariasi meliputi infeksi tanpa gejala, pilek dan herpes pada
genital.
Herpes genetalia merupakan
infeksi akut pada genetalia dengan gambaran khas berupa vesikel berkelompok
pada dasar eritema dan cenderung bersifat rekuren.
Transmisi atau penularan
infeksi virus herpes simpleks paling sering terjadi melalui kontak erat dengan individu yang pada daerah permukaan kulit dan mukosanya mengeluarkan virus, dalam sekresi oral atau genital. Inokulasi virus pada lesi
kulit atau mukosa akan menimbulkan respons imunitas seluler awal tetapi jika terjadi penghambatan pada virus,
maka akan terjadi reepitelisasi pada
lesi ( Daili, Sjaiful &
Judanarso, Jubianto ).
Herpes simpleks genitalis
dapat ditularkan melalui kontak seksual, dan mengenai organ-organ seks tubuh
seperti vagina dan daerah
sekitamya (bokong, anal dan paha) atau
melalui aktivitas seksual oral (organ oral
seks). Tetapi tidak dapat ditularkan melalui udara atau melalui air, misalnya jika seseorang
berenang di kolam renang.
Infeksi ini dapat berupa
kelainan pada daerah orolabial atau herpes orolabialis serta daerah
genital dan sekitarnya atau herpes genitalis, dengan gejala khas adanya vesikel berkelompok
di atas dasar yang eritema. Di antara keduanya herpes genitalis merupakan salah
satu penyakit infeksi
menular seksual yang sering menjadi masalah
karena sukar disembuhkan, sering rekuren,
juga karena penularan penyakit ini yang dapat terjadi pada penderita yang tanpa gejala atau asimtomatis.
Gambar 2.1 Contoh lokasi
herpes simplek
1.
Penyebab
: Herpes Simpleks Virus merupakan penyebab terjadinya
infeksi herpes simpleks.
Sedangkan herpes simplex
genetalia umumnya disebabkan oleh herpes simplek virus tipe 2 ( herpes virus
hominis tipe 2 ), sebagain kecil dapat pula oleh tipe 1.
2.
Umur : dewasa muda / masa seksual
aktif.
3.
Jenis
kelamin : insiden yang sama pada pria
dan wanita.
4.
Ras : kulit hitam lebih banyak dari kulit putih
5.
Risiko
mendapatkan infeksi genetalia adalah keaktifan seksual yang bertambah, umur
muda pada saat pertama kali melakukan hubungan seks, bertambahnya jumlah
pasangan seksual, status imun penderita.
6.
Faktor
pencetus : menstruasi, koitus, gangguan pencernaan, stress emosi, kecapaian,
dan obat – obatan
7.
Klasifikasi :
Herpes simpleks
dibagi dalam 2 serogroup, yaitu:
Ø Herpes Simpleks tipe 1 ( HSV-1)
HSV-1
menyebabkan infeksi oral, ocular dan wajah.
Ø Herpes Simpleks tipe 2 ( HSV-2)
HSV-2 atau
disebut dengan herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual dan
menyebabkan vagina terlihat seperti bercak dengan luka mungkin muncul iritasi,
penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit (jaundice)
dan kesulitan bernapas atau kejang.
HSV adalah yang
paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4 - 6 hari. Tetapi, bagaimanapun
kedua tipe virus tersebut dapat menyebabkan penyakit dibagian tubuh manapun
Gambar 2.2 Virus herpes simplex
Infeksi herpes
simpleks mengikuti pola yang biasa pada family virus herpes yaitu:
a. Infeksi primer
Hampir semua orang yang terinfeksi tidak mengetahui episode pertama dari
infeksi herpes simpleks. Pada gejala individu, infeksi primer adalah tahap di
mana mungkin rasa nyeri muncul dan gejala memanjang pada tahap ssesudah itu.
Infeksi primer mungkin berlangsung selama beberapa hari.
b. Masa laten (inkubasi)
Virus yang awalnya menginfeksi sel epitel membran mukosa dan kulit akan
menyerang sel saraf sensori selama masa laten. Pada masa ini virus tidak
melakukan replikasi tetapi hidup. Pada keadaan ini adanya stressor emosi atau
fisiologik dapat menyebabkan virus aktif kembali.
c. Infeksi sekunder (reaktivasi)
Virus melakukan replikasi pada reaktivasi dari infeksi baik dengan
menunjukan gejala atau tanpa gejala. Pada kasus lain dapat terjadi penyebaran
virus pada orang lain. Umumnya reinfeksi simtomatik tidak terlalu parah dan
dalam waktu yang lebih singkat dari infeksi primer. Gejala yang muncul kembali
dari infeksi mempunyai periode prodromal dan dapat diketahui dengan adanya
sensasi gatal, panas,atau kesemutan.
Infeksi herpes genitalis
dimulai bila sel epitel mukosa saluran hospes (host) yang rentan
terpapar oleh virus yang ada dalam lesi atau sekret genital orang yang terinfeksi. HSV menjadi inaktif, melekat pada sel epitel masuk dengan cara meleburkan diri di dalam
membran. Sekali masuk di dalam sel akan terjadi replikasi menghasilkan banyak vinon sehingga sel-selnya akan mati. Virus juga memasuki ujung saraf sensoris yang mensarafi saluran genital. Virion
masuk ke dalam inti sel neuron dan
ganglia sensorik.
Infeksi oleh virus herpes 1
atau 2 akafi menginduksi glikoprotein yang berhubungan pada permukaan sel-sel yang terinfeksi.
Setelah terjadi infeksi, sistem imunitas humoral dan seluler akan terangsang oleh
glikoprotein antigenik untuk menghasilkan respons imun. Pada hewan coba
tikus, antibodi spesifik akan muncul dalam serum setelah 3 hari, sel T sitotoksik
setelah
4 hari dan imunitas seluler fungsional setelah 5 hari.
Sifat virus berbeda dari
bakteri, di mana bakten bersifat independent, dapat bereproduksi
sendiri sedangkan virus harus dibantu oleh sel untuk bereproduksi. Virus masuk
ke dalam sel manusia dan dapat membuat virus lain. Demikian juga pada sel manusia yang terinfeksi oleh herpes simpleks, sel tersebut akan
melepas virus baru sebelum mati. Sel yang
mati tersebut akan menghasilkan kerusakan pada jaringan yang ditandai atau dimulai dengan munculnya gambaran vesikula.
Virus herpes dapat juga
menginfeksi suatu sel yang kemudian akan membuat virus baru lagi untuk kemudian virus tersebut
akan bersembunyi di dalam sel. Bersifat hanya menunggu. Virus yang
tersembunyi dalam sel sistem saraf ini disebut sebagai neuron. Dan masa menunggu tersebut kita
sebut sebagai masa laten. Virus laten dapat menunggu dalam neuron dalam beberapa hari, bulan atau tahun.
Pada suatu waktu virus
aktif kembali dan menyebabkan sel tersebut menghasilkan virus baru sehingga mfeksinya menjadi
aktif. Kadang-kadang infeksi yang aktif tersebut tidak menimbulkan
gejala atau asimtomatis. Tetapi dapat menularkan ke orang lain. Jadi seseorang yang tanpa gejala, dapat juga menularkan ke orang lain.
Infeksi aktif ini akan
dikontrol oleh sistem imun tubuh kita, sampai fase penyembuhan dari sakitnya. Di
antara masa infeksi aktif dari virus tersebut, dapat timbul masa laten. Pada masa laten
selanjutnya virus menjadi aktif lagi dan sekali lagi menyebabkan terjadinya sakit.
Dan keadaan ini disebut sebagai rekurensi.
Bersamaan dengan infeksi
awal, virus herpes simpleks ini akan menuju saraf sensorik perifer masuk ke ganglion sensorik atau
otonom pada masa laten. Kekambuhan yang rerjadi biasanya berhubungan dengan
adanya reaktivasi strain virus awal dari ganglion yang terinfeksi
secara laten. Mekanisme atau pun faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya peningkatan frekuensi
reaktivasi belum diketahui dengan pasti.
Diduga faktor yang
meningkatkan frekuensi reaktivasi adalah faktor dari virus itu sendiri
juga dari hospes, di mana pada penderita yang mempunyai imunitas yang rendah akan
mengalami reaktivasi yang lebih sering dengan kondisi yang parah.
Tidak terdapat imunitas alami terhadap virus herpes simpleks yang menginfeksi untuk pertama kalinya. Jadi tidak ada antibodi di dalam
sirkulasi yang melawan virus
tersebut. Atau tidak ada imunitas seluler yang melawan herpes (sebagaimana ditunjukkan oleh pembentukan limfosit) terhadap antigen virus
herpes.
Selama fase induksi,
infeksi menjadi tidak terkontrol, infeksi herpes simpleks dapat menyebar,
memburuk dengan durasi yang lebih lama daripada infeksi herpes rekurens.
Keadaan ini memburuk secara klinis danNiibedakan dengan cara, menghitungjumlah din melihat karakteristik
dari imunitas seluler. Ketika imunitas tubuh seseorang dirangsang maka gambaran infeksi herpes simpleks secara khas akan muncul sehingga fungsi antibodi menjadi kurang berarti.
Kekambuhan yang sering
terjadi pada penderita dengan infeksi herpes simpleks, akan menyebabkan terjadinya peningkatan
imunitas seluler pada kebanyakan penderita. Sel-sel T yang sebelumnya menginfeksi seseorang secara in vitro akan membentuk bias atau
sel darah baru setelah terpapar dengan antigen Herpes. Selama 12 minggu akan terjadi peningkatan pembentukan sel-sel darah yang jumlahnya sama dengan antigen herpes. Secara in vivo hal
ini dapat atau tidak dapat mencegah
munculnya imunitas seluler tetapi
dapat juga dipakai dalam membatasi daerah yang terinfeksi virus Herpes, dengan masa penyembuhan kurang dari 2 minggu.
Seperti infeksi virus yang
lain, pada infeksi virus herpes simpleks ini akan terbentuk antibodi IgG, IgM dan IgA. Titer antibodi IgG
dan IgM akan menurun lebih cepat setelah infeksinya terkontrol. Titer IgG muncul secara indefinitif,
yang menunjukkan bahwa imunitas humoral protektif yang muncul adalah
akibat dari rangsangan oleh virus hidup atau oleh vaksinasi. Keberadaan antibodi
terhadap virus herpes simpleks 1 merupakan peningkatan perlindungan paling tinggi melawan infeksi yang
disebabkan oleh herpes virus tipe 2 atau sebaliknya, atau disebabkan oleh
reaktivasi silang.
Faktor status imunologi
seseorang pada beberapa kasus mungkin berhubungan dengan efek dari faktor imunologi penyakit ini.4
Kekambuhan dibedakan dari infeksi primer dalam hal, ukuran vesikelnya yang
kecil dan dalam kelompok yang tersendiri juga tidak disertai gejala konstitusional.
Adanya keluhan gatal dan panas terjadi pada 1 sampai 2 jam. Secara normal akan
terjadi penyembuhan dalam 7—10 hari. Tanpa meninggalkan sikatriks, muncul juga
gambaran lesi yang kecil-kecil yang sama dengan lesi pada labia, vagina atau
serviks yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri yang hebat.
Derajat keparahan penyakit
dapat dilihat dari gambaran klinis dan frekuensi serta seringnya kekambuhan
dari herpes genitalis ini juga dipengaruhi oleh faktor hospes dan virus, seperti tipe
virus serta keadaan imunitas hospes. Faktor hospes yang ikut mempengaruhi
derajat keparahan penyakit adalah umur, suku, inokulasi atau latar belakang genetik.
Masa inkubasi dari herpes
simpleks ini umumnya berkisar antara 3—7 hari tetapi dapat lebih lama. Gejala yang timbul dapat bersifat berat tetapi
bisa juga asimtomatis, terutama bila
lesi pertama herpes genitalis, ditemukan
di daerah serviks.
Manifestasi klinis herpes
genitalis dapat dibedakan antara episode yang pertama dengan episode kekambuhan herpes
genitalis. Pada episode pertama herpes genitalis, sering bersama-sama dengan gejala sistemik disertai
gejala pada genital maupun ekstragenital.
Gejala sistemik yang muncul
seperti nyeri, sakit tenggorokan, panas, pusing, gatal, kesemutan,
limfadenopati, malaise dan myalgia dilaporkan terjadi 40% pada laki-laki dan 70% pada
wanita dengan HSV2 primer. Muncul pada awal penyakit dan mencapai puncaknya pada hari ke-3—4
setelah onset penyakitnya. Gejala lokal yang muncul berupa nyeri, gatal,
disuria dan adenopati inguinal. Discharge uretra dan disuria dapat muncul pada sepertiga
pasien laki-laki dengan infeksi HSV2.
Pada keadaan imunokompeten,
bila seseorang terinfeksi virus herpes simpleks maka manifestasinya sebagai berikut : dapat berupa episode
pertama infeksi primer, episode nonprimer, lesi rekuren, lesi asimtomatis atau
terjadi infeksi yang tidak khas atau atipik.
1. Episode Primer Pertama Infeksi Herpes Simpleks
Genitalis
Infeksi primer adalah
infeksi yang pertama kali dengan HSV 2 atau 1. Tampak dalam 2-1 hari setelah inokulasi.
a. Sering kali disertai gejala
sistemik seperti demam, nyeri kepala, malaise dan mialgia.
b. Sifat lesi dan pelepasan
virus berlangsung lama dan dapat mengenai banyak tempat di genital atau luar genital.
c. Gejala klinis berupa nyeri
dan iritasi pada lesi bertambah dalam 6-7 hari pertama sakit dan men- capai puncaknya antara
7-11 hari sakit.
d. Terjadi pembesaran kelenjar
getah bening di mana lesi di genital berupa papula, berkembang menjadi vesikel berdingding tipis
di atas dasar eritematosa sebelum pecah menjadi ulkus. Ulkus basah akan menjadi krusta basah yang mengering. Reepitelisasi kulit yang
terkena terjadi di bawah krusta kering yang
akhirnya lepas.
Pada masa laten dan masa infeksi aktif, adanya infeksi ini dapat dengan
mudah dipahami dengan melihat gambaran lesi yang muncul pada genital dan disebut sebagai infeksi primer.
Gambar
2.3 Herpes simpleks genetalis,
tampak vesikula bergerombol di atas kulit yang eritematus.
Gambar
2.4 Herpes simpleks genetalis,
tampak erosi multipel akibat vesikula yang sudah pecah dan di beberapa
tempat masih terdapat vesikula.
2. Episode nonprimer pertama infeksi herpes simpleks genitalis
Individu yang pernah terpapar dengan HSV1 dan 2 sebelumnya telah mempunyai seropositif pada saat episode pertama yang disebut nonprimer. Episode ini menyerupai masa rekurensi yaitu lebih ringan
dan infeksi primer dengan masa tunas
yang lebih panjang. Sebagian besar orang, pada pemeriksaan serologisnya telah mendapat infeksi HSV1 jarang didapatkan
pada seorang yang pernah terinfeksi
HSV2 sebelumnya.
Pada episode pertama
nonprimer infeksi sudah berlangsung lama, tetapi belum menimbulkan gejala klinis dan tubuh sudah
membentuk zat anti sehingga gejala yang muncul lebih ringan.
3. Herpes genitalis rekurens
a. Lebih bersifat ringan dan
bersifat lokal.
b.
Sebagian
besar infeksi dengan HSV2 ini akan terjadi kekambuhan
Yaitu infeksi utama bersifat subklinis atau asimtomatis.Dikatakan bahwa kekambuhan
pada HSV2 terjadi 6 kali lebih sering daripada HSV1. Sebagian besar pasien yang mempunyai
seropositif untuk HSV2 tidak dapat dikenali adanya infeksi pada HSV. Dua puluh persen pasien sering kambuh dan 60% dari lesi klinisnya
mempunyai kultur positif untuk HSV2.
Pria lebih sering mengalami
kekambuhan. Kekambuhan pada pria rata-rata 5 kali per tahun sedangkan pada wanita
rata-rata 4 kali per tahun. Secara keseluruhan 60% pasien dengan HSV akan mengalami rekurensi
klinis dalam tahun pertama.
Kekambuhan akan terjadi
bila ada faktor pencetus yang akan menyebabkan reaktivasi virus dalam ganglion sehingga virus
turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang dipersyarafinya. Untuk kemudian bereplikasi
dan multiplikasi dan menimbulkan lesi 2. Virus akan terus-menerus dilepaskan ke sel-sel
epitel dan adanya faktoij pencetus menyebabkan kelemahan pada daerar tersebut dan lesi menjadi
rekurens. Faktor pencetus kekambuhan:
1)
Adanya
trauma minor,
2)
Infeksi
lain termasuk panas yang bersifat ringan atau pasien tidak mengeluh
panas,
3)
Infeksi
saluran nafas atas,
4)
Radiasi
ultraviolet,
5) Neuralgia trigeminal,
6) Juga pada kasus setelah operasi
intrakranial karena penyakit ini, operasi gigi, atau oleh tindakan dermabrasi.
7) Bahkan kadang-kadang seorang
wanita mendapat kekambuhan dari keadaan ini saat dirinya menstruasi.
Pada anak-anak biasanya
mempunyai gambaran vesikel yang lebih besar walau angka kejadian munculnya jarang. Rekurensi
lebih sering terjadi pada bagian tubuh yang sama. Meskipun vesikel biasanya berbentuk tidak teratur
dalam satu garis atau satu distribusi saraf.
Pada keadaan laten, bila
ada faktor pencetus maka akan terjadi replikasi virus sehingga terjadi lesi rekurens. Pada saat itu di
dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga gejalanya lebih ringan daripada saat infeksi
primer.
c.
Gejala
Klinis:
1) Nyeri
2) Iritasi lesi genital yang
akan meningkat setelah hari ke 6 sampai ke 7 dari masa sakitnya
3) Pembesaran limfonodi
inguinal dan femoral secara umum bersifat nonf luktuasi serta nyeri pada perabaan.
d.
Gambaran klinis infeksi herpes genitalis
yang rekuren sebagai berikut.
1)
Vesikel
kecil-kecil yang multipel bergerombol pada satu sisi muncul pada kulit yang
normal atau daerah kemerahan, berisi cairan jernih kemudian akan tampak keruh dan purulen,
kering dan berkrusta menyembuh setelah 7-10 hari, lesi yang matang terdiri atas vesikel bergerombol dan atau pustula di atas kulit yang eritematosa dengan dasar
edema. Gerombolan vesikel dan erosi
ini biasanya tampak pada vagina,
rektum atau penis dan dapat muncul vesikel
baru lagi pada hari ke-7-14. Lesi bisa bilateral dan sering meluas. Gejala
sistemik yang muncul berupa panas dan
flu tetapi sering pada wanita gejala yang paling menonjol adalah nyeri pada vagina dan nyeri saat kencing.
2)
Adanya
krusta yang kekuningan atau keemasan mengindikasikan adanya superinfeksi dengan bakteri
3)
Pembesaran
kelenjar regional dengan nyeri sering ditemukan.
4)
Gambaran eritema multiforme
sering bersamaan dengan infeksi HIV dan
berespons dengan pemberian antivirus sebagai profilaksis.
4. Herpes genitalis atipikal
Atipikal adalah istilah
yang menggambarkan manifestasi herpes simpleks genitalis yang tidak khas atau
atipikal. Tidak berupa vesikel sering berupa fisura, furunkel, ekskoriasi dan eritema
vulva nonspesifik disertai rasa nyeri dan gatal pada wanita sedangkan pada pria
berupa fisura linier pada preputium dan bercak merah pada glans penis.
5. Reaktivasi subklinis atau herpes simpleks genitalis asimtomatis
Episode transmisi seksual
dan vertikal terjadi pada fase ini. Reaktivasi HSV subklinis paling tinggi terjadi dalam 6 bulan
setelah terinfeksi. Di mana jika seseorang yang telah menderita herpes genitalis
selama bertahun-tahun akan melepaskan virus secara subklinis separuhnya dibandingkan
wanita yang menderita kurang dari 2 tahun.
2.5.1
Pemeriksaan Kulit
- Lokalisasi : pada wanita biasanya pada labia
mayora, labia minora, klitoris dan introitus vagina. Pada pria vesikel
biasanya terdapat pada prepusium, glans penis dan korpus penis.
- Efloresensi : vesikel berkelompok diatas daerah
eritematosa pada alat kelamin. Vesikel mudah pecah, meninggalkan ulkus –
ulkus kecil, dangkal dan jika sembuh tidak menimbulkan jaringan parut
2.5.2
Diagnosis Klinis
Dibedakan antara infeksi HSV genital dengan penyebab lain ulkus genital baik
infeksi atau bukan. Didiagnosis suatu HSV bila ditemukan kelompok vesikel multipel berukuran sama, timbulnya
lama dan sifatnya sama dan nyeri. Hal ini harus dibedakan dengan ulkus
yang disebabkan oleh Treponema pallidun. Walaupun dapat terjadi koinfeksi antara
keduanya.
2.5.3
Diagnosis Laboratorium
1. Isolasi virus.
2. Deteksi DNA HSV dengan polymerase
chain reaction (PCR).
3. Pemeriksaan serologi
a. Deteksi antigen HSV secara enzyme immunoassay (EIA).
b. Peningkatan titer antibodi anti-HSV pada serum yang diambil segera dan sesudah 1 episode memiliki
keterbatasan. Bermanfaat bila pada
episode pertama infeksi.
4. Pemeriksaan histopatologi
Didapatkan gambaran yaitu Vesikel – vesikel pada lapisan stratum
spinosum berisi cairan yang mengandung sel – sel epitel akntolitik, leukosit,
sel raksasa dan fibrin. Vesikel mukosa
berbeda dengan vesikel kulit yaitu vesikel mukosa relative tak berisi cairan,
jumlah fibrin lebih banyak serta sel – sel diatas vesikel lebih tebal dan
edema.
2.5.4
Diagnosa Banding
- Sifilis
- Ulkus
Mole
- Limfagranuloma
venerum
- Balanopstitis
- Skabies
- Lesi
septic dan trauma
Komplikasi yang paling signifikan dari HSV adalah
ensefalitis, meupakan kasus fatal sekitar 60-80%. HSV dapat muncul sebagai
penyakit menular seperti pneumonia, colitis, atau esofagitis pada pasien AIDS.
Infeksi primer atau rekuren selama hamil dapat menimbulkan infeksi congenital
janin dan bayi baru lahir. Komplikasi dapat berupa infeksi lokal sampai dengan
kelainan dan kadang meninggal.
Komplikasi herpes simpleks
genitalis dapat berupa perluasan lesi lokal dan penyebaran virus ke lokasi
ekstragenital,
susunan saraf pusat dan bahkan bisa juga terjadi superinfeksi jamur. Pada pria dapat
terjadi impotensia. Infeksi menyeluruh bisa terjadi pada toraks dan ekstremitas, penyebaran
mukokutan pada pasien dengan dermatitis atopik atau kehamilan.
Pengobatan
herpes umumnya sama, di manapun herpes tersebut timbul. Yang penting si
penderita harus menjaga daerah tersebut tetap bersih dan kering. Anda dapat
membersihkan daerah sekitar dengan saline (larutan garam) dan sesudahnya harus
segera dikeringkan. Jika daerah terinfeksi terlalu lembab, dapat mengundang
infeksi sekunder (infeksi lanjutan).
1.
Medis
a. Pengobatan lesi inisial /
episode pertama yang diberikan dapat dibagi menjadi 3 bagian.
1) Pengobatan profilaksis,
yaitu meliputi penjelasan kepada pasien tentang penyakitnya, psikoterapi dan proteksi individual.
2) Pengobatan nonspesifik,
yaitu pengobatan yang bersifat simtomatis
3) Pengobatan spesifik, yaitu
pengobatan berupa obat-obat antivirus terhadap virus herpes.
Obat antivirus yang kini telah banyak dipakai adalah acyclovir, di samping itu ada 2 macam obat lagi antivirus baru yaitu valacyclovir dan famacyclovir. Efek obat antivirus tersebut belum
dapat mengeradikasi virus, yang ada hanya mengurangi viral shedding, memperpendek hari sakit dan
memperpendek rekurensi.
Semua pasien dengan episode
pertama sebaiknya diobati dengan obat antivirus oral. Pengobatan yang diberikan secara dini dapat
mengurang gejala sistemik dan mencegah perluasan lokal ke saluran genital atas.
Semua orang dengan
aktivitas seksual yang aktif sebaiknya diberikan penjelasan tentang risiko
penularan penyakit infeksi menular seksual ini. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar penderita yang tanpa gejala atau asimptomatik kurang mengenal penyakitnya sehingga dapat
menularkan kepada pasangannya. Maka dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual secara
lebih aman dan juga setia pada pasangan masing-masing (http://www.ihmf.org/112Braig ).
Pengobatan simtomatis dan
antivirus berupa asiklovir 5 x 200 mg/hari /oral selama 7—10 hari atau 3 x 400 mg. Jika ada
komplikasi berat dapat diberikan asiklovir intravena 3x5 mg/kgBB/hari selama 7—10 ban.
Pada keadaan imunokompeten
resistensi terhadap asiklovir diperkirakan sekitar 3%. Pada penderita dengan frekuensi rekurensi
yang tinggi dapat diberikan terapi asiklovir sebagai obat supresif kronis dalam
dosis 400 mg dua kali
sehari dan dapat menyembuhkan 50% dari
lesinya.
Pemberian terapi topikal
juga mempunyai beberapa keuntungan dalam penatalaksanaan herpes genitalis yang bersifat
rekuren. Di Amerika Serikat preparat asiklovir 5% topikal dalam
propiletilen glikol menghasilkan efek antivirus, tetapi hanya sedikit keuntungan klinis yang
didapat. Di Eropa dengan sediaan preparat asiklovir 5% dalam krim aqua lebih efektif.
b. Lesi Rekurens
Jika lesi ringan:
simtomatis
Jika lesi berat : dapat
diberikan asiklovir 5 X 200 mg/hari per oral selama 5 hari atau 2 X 400 mg/hari
atau
Valasiklovir 2 x 500 mg/hari atau Famsiklovir 2 x 125-250 mg /hari.
2.
Non Medis
a.
Menjaga kebersihan local
Komentar
Posting Komentar